Sunday, December 11, 2016

Pembajakan Film di Kalangan Mahasiswa



Jakarta (ANTARA News) - Ketua Satgas Anti Pembajakan Ari Juliano Gema menyebutkan kerugian akibat pembajakan karya film mencapai Rp437,5 miliar.
"APROFI (Asosiasi Produser Film Indonesia) sendiri menghitung satu film yang dibajak dengan berbagai channel (saluran) bisa dirugikan 4,3 miliar (rupiah)," kata dia di Bareskrim Polri Jakarta, Jumat.
"Pembajakan dari berbagai channel yang ada bisa sampai 100 film, maka jika dihitung kerugiannya bisa mencapai Rp437,5 miliar," sambung dia.
Demikianlah kutipan berita dari Antara News pada tanggal 18 September 2015. Fakta yang tentunya sangat mengejutkan dan sekaligus sangat memprihatinkan. Kondisi industri perfilman di Indonesia justru sangat berbanding terbalik dengan Industri perfilman Hollywood  yang pada tahun 2013 saja keuntungannya berkisar US$ 4,7 miliar. Pada tahun 2015 keuntungan tertinggi diraih oleh film Jurassic World, penghasilan film ini sendiri sebesar $1669 juta atau sebesar Rp21,67 triliun (kurs Rp13.000).
Sungguh banyak sekali tantangan yang harus dihadapi industri perfilman dalam negeri yang selain harus bersaing dengan film – film dari manca negara mereka masih harus bertarung menghadapi pembajakan film yang begitu marak terjadi. Selain itu kondisi yang menyulitkan adalah bahwa Indonesia adalah negara yang masih mengandalkan industri yang bersumberkan dari alam, tidak menjadikan industri alternatif seperti film ini sebagai salah satu celah yang besar untuk menaikan pendapata negara. Masih rendahnya tingkat pendidikanpun menjadi salah satu faktor yang lain, ditambah lagi pengawasan yang tidak ketat serta penegakan aturan yang masih sangat kurang.

Dikalangan mahasiswa sendiri mengunduh film- film dari website-website yang secara gratis menyediakan film-film adalah salah satu opsi yang dirasa paling cocok karena mudah, dan murah. Pembajakan film seperti ini dianggap hal yang biasa dan sah –sah saja. Menjamurnya penyedia film secara gratis khususnya di Internet semakin memudahkan pembajakan film tersebut. Website tersebut sebenarnya bukan berbaik hati membagikan film-film secara cuma- Cuma melainkan mereka mendapatkan keuntungan dari iklan-iklan yang hadir di website mereka.

6 dari 10 orang mahasiswa yang saya wawancarai mengaku dalam rentang waktu sau bulan mereka lebih sering menguduh film secara gratis dibandingkan pergi ke bioskop atau membeli CD/DVD dari film tersebut. Mereka hanya sesekali saja pergi ke bioskop atau bahkan tidak sama sekali dalam satu bulan tersebut. Mereka berfikir bahwa terlalu mahal utnuk menghabiskan uang untuk memebeli tiket bioskop mengunduh film secara gratispun menjadi opsi yang dirasa sangat tepat opsi lainnya adalah dengan membeli CD/DVD bajakan yang dijual secara bebas dipasaran dengan harga yang murah. Selain itu film bisa dinikmati kapan saja serta bisa ditonton berulang kali, meskipun tingkat kepuasannya berbeda bila dibandingkan dengan menonton film di bioskop secara langsung.
4 dari 10 orang mahasiswa lainnya mengaku lebih sering menonton film di bioskop, alasannya karena berbagai hal salah satunya adalah karena terlalu malas untuk mengunduh film serta experience yang didapat berbeda bila menonton film di bioskop. Dituturkan bahwa bila menonton di bioskop terasa sangat memuaskan dan lebih fokus sehingga merasa tidak perlu atau bosan untuk menonton film tersebut secara berulang.
Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa sudah sepatutunya mendukung dan bergerak menuju pada kemajuan utnuk bangsa ini. Salah satunya dengan cara mendukung industri film dalam negeri serta dengan tidak melakukan pembajakan merupakan sebuah langkah kecil yang sangat berarti. Semoga kedepannya industri film di tanah air bisa sesukses perindustrian film di negara lain seperti Amerika dengan Hollywoodnya dan India dengan Bollywoodnya.


Referensi :
 Sumber gambar :


No comments:

Post a Comment